BLOG INI ADALAH BLOG UNTUK ANDA SEMUA YANG MEMBUTUHKAN INFORMASI MENGENAI KONSELING, PSIKOLOGI, SENI DAN AGAMA.

MARI BERBAGI ILMU, PENGALAMAN DAN EKSPRESI! TEBARKAN SEMANGAT BERBAGI

Senin, 19 Oktober 2009

Aspek-aspek Konsep Diri

Dimensi Internal, terdiri atas tiga bagian:

1. Diri identitas, yaitu label ataupun simbol yang dikenakan oleh seseorang untuk menjelaskan dirinya dan membentuk identitasnya. Label- label ini akan terus bertambah seiring dengan bertumbuh dan meluasnya kemampuan seseorang dalam segala bidang.
2. Diri pelaku, yaitu adanya keinginan pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu sesuai dengan dorongan rangsang internal maupun eksternal. Konsekuensi perilaku tersebut akan berdampak pada lanjut tidaknya perilaku tersebut, sekaligus akan menentukan apakah suatu perilaku akan diabstraksikan, disimbolisasikan, dan digabungkan dalam diri identitas.
3. Diri penilai, yang lebih berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, penghayal, pembanding, dan terutama sebagai penilai. Di samping fungsinya sebagai jembatan yang menghubungkan kedua diri sebelumnya.

Dimensi Eksternal (terkait dengan konsep diri positif dan negatif), terdiri dari enam bagian:

1. Konsep diri fisik, yaitu cara seseorang dalam memandang dirinya dari sudut pandang fisik, kesehatan, penampilan keluar, dan gerak motoriknya. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang rendah atau memandang sebelah mata kondisi yang melekat pada fisiknya, penampilannya, kondisi kesehatannya, kulitnya, tampan atau cantiknya, serta ukuran tubuh yang ideal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Moreno & Cervelló (2005) membuktikan bahwa terdapat relevansi yang signifikan antara intensitas melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat fisik dengan tinggi rendahnya konsep diri fisik individu. Semakin sering individu melakukan kegiatan-kegiatan fisik—seperti olah raga, bekerja—maka akan semakin tinggi pula konsep diri fisiknya, demikian pula sebaliknya.
2. Konsep diri pribadi, yaitu cara seseorang dalam menilai kemampuan yang ada pada dirinya dan menggambarkan identitas dirinya. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia memandang dirinya sebagai pribadi yang penuh kebahagiaan, memiliki optimisme dalam menjalani hidup, mampu mengontrol diri sendiri, dan sarat akan potensi. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia memandang dirinya sebagai individu yang tidak pernah (jarang) merasakan kebahagiaan, pesimis dalam menjalani kehidupan, kurang memiliki kontrol terhadap dirinya sendiri, dan potensi diri yang tidak ditumbuhkembangkan secara optimal.
3. Konsep diri sosial, yaitu persepsi, pikiran, perasaan, dan evaluasi seseorang terhadap kecenderungan sosial yang ada pada dirinya sendiri, berkaitan dengan kapasitasnya dalam berhubungan dengan dunia di luar dirinya, perasaan mampu dan berharga dalam lingkup interaksi sosialnya. Konsep diri dapat dianggap positif apabila ia merasa sebagai pribadi yang hangat, penuh keramahan, memiliki minat terhadap orang lain, memiliki sikap empati, supel, merasa diperhatikan, memiliki sikap tenggang rasa, peduli akan nasib orang lain, dan aktif dalam berbagai kegiatan sosial di lingkungannya. Dapat dianggap sebagai konsep diri yang negatif apabila ia merasa tidak berminat dengan keberadaan orang lain, acuh tak acuh, tidak memiliki empati pada orang lain, tidak (kurang) ramah, kurang peduli terhadap perasaan dan nasib orang lain, dan jarang atau bahkan tidak pernah melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas sosial.
4. Konsep diri moral etik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, serta penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personalnya dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dapat dianggap positif apabila ia mampu memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etik, baik yang dikandung oleh agama yang dianutnya, maupun oleh tatanan atau norma sosial tempat di mana dia tinggal. Sebaliknya, konsep diri individu dapat dikategorikan sebagai konsep diri yang negatif bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika yang berlaku—baik nilai-nilai agama maupun tatanan sosial—yang seharusnya dia patuhi.
5. Konsep diri keluarga, berkaitan dengan perspesi, perasaan, pikiran, dan penilaian seseorang terhadap keluarganya sendiri, dan keberadaan dirinya sendiri sebagai bagian integral dari sebuah keluarga. Seseorang dianggap memiliki konsep diri yang positif apabila ia mencintai sekaligus dicintai oleh keluarganya, merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, merasa bangga dengan keluarga yang dimilikinya, dan mendapat banyak bantuan serta dukungan dari keluarganya. Dianggap negatif apabila ia merasa tidak mencintai sekaligus tidak dicintai oleh keluarganya, tidak merasa bahagia berada di tengah-tengah keluarganya, tidak memiliki kebanggaan pada keluarganya, serta tidak banyak memperoleh bantuan dari keluarganya.
6. Konsep diri akademik, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian seseorang terhadap kemampuan akademiknya. Konsep diri positif apabila ia menganggap bahwa dirinya mampu berprestasi secara akademik, dihargai oleh teman-temannya, merasa nyaman berada di lingkungan tempat belajarnya, menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, tekun dalam mempelajari segala hal, dan bangga akan prestasi yang diraihnya. Dapat dianggap sebagai konsep diri akademik yang negatif apabila ia memandang dirinya tidak cukup mampu berprestasi, merasa tidak disukai oleh teman-teman di lingkungan tempatnya belajar, tidak menghargai orang yang memberi ilmu kepadanya, serta tidak merasa bangga dengan prestasi yang diraihnya (dalam Nashori, 2000).

Kuper & Kuper (2000) menyebutkan dua aspek besar dalam menjelaskan konsep diri, yaitu identitas dan evaluasi diri. Pertama, konsep identitas. Konsep ini terfokus pada makna yang dikandung diri sebagai suatu obyek, memberi struktur dan isi pada konsep diri, dan mengaitkan diri individu pada sistem sosial.

Secara umum, identitas mengacu pada siapa atau apa dari seseorang, sekaligus mengacu pada pelbagai makna yang diberikan pada seseorang oleh dirinya sendiri dan orang lain. Kedua, evaluasi diri (atau harga diri) dapat terjadi pada identitas-identitas tertentu yang dianut oleh individu, atau dapat juga terjadi pada evaluasi holistik tentang diri. Menurut Gecas & Schwalbe (dalam Kuper & Kuper, 2000) individu biasanya lebih tertarik untuk membuat evaluasi diri berdasarkan dua kategori besar, yaitu pengertian mereka tentang kompetensi atau kemampuan diri mereka, dan pengertian mereka tentang kebaikan atau nilai moral.

Calhoun & Acocella (1990) membagi konsep diri ke dalam tiga dimensi, yaitu:

1. dimensi pengetahuan, yaitu deskripsi seseorang terhadap dirinya. Misalnya jenis kelamin, etnis, ras, usia, berat badan, atau pekerjaan.
2. dimensi harapan, yaitu kepemilikan seseorang terhadap satu set pandangan mengenai kemungkinan akan menjadi apa dirinya kelak.
3. dimensi penilaian, yaitu penilai tentang diri sendiri. Berdasarkan hasil penelitiannya Marsh (1987) menyimpulkan bahwa evaluasi atau penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri dalam rangka untuk memperbaiki diri sendiri di masa mendatang akan memunculkan konsep diri yang sangat kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salamat menjelajahi blog saya jgn lupa komentarx oke...trimakasih atas kerjasamax.